Selasa, April 19, 2011

Perjalanan Demi Pecteilis Susannae


Setelah bertahun-tahun berpisan dengan pecteilis susannae ini (anggrek tanah) dan berkali-kali masuk hutan untuk mencarinya akhirnya sekitar akhir Februari kemarin bisa ketemu.

Bukan bunganya yang hiang tapi habitatnya. Beberapa tahun lalu terjadi penebangan kayu besar-besaran, bekasnya sekarang dijadikan lahan pertanian. Saat itu sepertinya hutan sangat menjanjikan kemakmuran ekonomi dalam waktu cepat. Hampir semua orang mendambakan kekayaan sepertinya. Besarnya hasrat membuat mereka tak bisa lagi ditakut-takuti tempat angkerataupun pohon bertuah untuk mencegahnya menebang kayu.

Sumber yang saya baca mengatakan bahwa tanaman dengan nama ilmiah Pecteilis Susannae ini tumbuh di lahan yang sangat spesifik. Ia tidak akan tumbuh pada lahan yang telah mengalami pengolahan. Karena itulah beberapa tahun terakhir ini agak sulit di temui di hutan yang biasa saya lewati ini. Saat saya menjumpainya akhir februari kemarin pun karena ia tumbuh antara bebatuan jurang tepian sungai, tempat tak terjangkau cangkul dan pupuk. Jumlahnya pun sangat terbatas.

Saat kita benar-benar mengamati alam kita akan merasakan apa yang hilang dari alam itu saat kita atau orang lain mengambilnya secara berlebihan. Tahun 2000-an anggrek ini masih sangat mudah ditemui, ketika musim hujan mereka tumbuh di hamparan rumput yang menyerupai sabana. Atau bersaing dengan ilalang di antara semak dan pohon perdu tapi saat mekar warna bunganya yang putih bersih membuatnya mudah terlihat.
Beberapa tahun kemudian saat hutan dibabat, kayu-kayu kecil hingga besar yang diberada di tepian hingga ke dalam hutan habis di tebang beberapa spesies hewan dan tumbuhan pun makin sulit ditemui. Salah satunya anggrek tanah ini, burung puyuh liar, ayam hutan, burung badol (sejenis gagak), tak tahu lagi migrasi kemana.

 Saya tidak tahu apakah mereka yang membabat hutan, orang-orang yang berwenang tapi membiarkan orang-orang lain membabat hutan, dann mereka yang turut melahap setiap rupiah yang dihasilkan hutan pernah mengamati mekarnya Pecteilis Susannae ini, atau anggrek yang mekar di atas pohon inangnya, atau burung yang bersarang di ketinggian pohon akasia. Mungkin juga saya yang salah.

Saya tidak boleh menyalahkan, mungkin semua orang ingin dapat merasakan kenikmatan, surga dunia meski hanya sesaat dan ada hal lain yang meski dikorbankan meski itu tidak sebanding.


*semua foto diambil dengan kemera Nikon F80 asa 200

2 komentar: