Kamis, Desember 08, 2011

Belajar dari Bayi Sapi

Sapi yang baru lahir dan Induknya.
 Nikon F 80 Lucky Asa 200.

Salah satu orang yang punya sapi di daerah Istimewa Yogyakarta ini adalah Pak Muchsin. Bapak saya.

Tanggal 11 September 2011 lalu lahir bayi betina dari seekor induk yang sudah cukup tua dari hasil inseminasi suntik. Saya tidak tahu apakah sapi juga bisa orgasme seperti manusia.  Kalo iya, kasian sekali ia, tak mungkin orgasme dengan suntik inseminasi. 

Untuk ke sekian kalinya kami sekeluarga memikirkan sebuah nama untuk bayi tersebut. Memang tidak seperti memkirkan nama untuk anak manusia tapi bayi ini juga perlu nama. Hingga saat kutinggalkan  bapak dan ibu belum menyepakatinya. Dia butuh nama yang mudah disebut bagi lidah jawa, juga menjadikan ingat tanggal lahirnya. Maklum ia tak punya akta kelahiran. 

Bayi tersebut mencoba berdiri.
Nikon F80 Lucky 200.
Sepengamatan saya binatang-binatang menjadi lebih agresif kitika memiliki bayi, menjadi mudah melotot kepada para pendatang asing, termasuk saya. Mungkin keadaan hormonnya meningkat menjadi lebih mudah emosi (Kayak orang PMS). Induknya segera menjilati lendir yang menempel di tubuh bayinya. Ini juga aksi protektif. Karena pada hakikatnya sapi hidup di alam liar, adanya darah akan mengundang predator seperti macan atau singa.

Seperti lazimnya binatang mamae, kelenjar
susunnya penuh saat memiliki bayi
Nikon F 80. Lucky Asa 200.
Bayi mungil itu segera berusaha untuk berjalan setelah beberapa saat keluar dari rahim induknya. Ia mencoba berdiri lalu jatuh, berusaha berdiri lagi, makin lama ia berdiri lalu jatuh lagi, kemudian ia mulai berjalan lalu terjatuh lagi. Seolah ia tak peduli berapa kali ia jatuh hasrat untuk bisa berjalan lebih tinggi daripada memikirkan berapa kali ia jatuh. Mungkin karena ia tak mengenal kata ’gagal’ maka ia tak pernah lelah mencoba. Itulah yang membuat saya betah berada di kandang selama beberapa waktu. Mengamati si bayi yang berusaha berjalan.

Sepertinya saya memang mesti belajar dari bayi sapi yang terus berusaha untuk bangkit, berjalan, lalu berlari tak mengenal kata gagal meskipun kata itu memang ada. Juga tidak berasalan bahwa ia masih lemah, bahwa ia hanyalah bayi. Hanya naluri yang terus menuntunnya untuk melakukan apa yang mesti dia lakukan. Sendainya ia  menyerah pada percobaan pertama maka ia tak akan tau menyenangkannya bisa bangkit.

Ya, bayi-bayi tidak mengelah terlalu banyak istilah seperti menyerah, gagal, kompromi, berdalih, cacat bahkan kata-kata itu tidak ada dalam nalurinya. Mengenal banyak kata membantu seseorang mendapat ungkapan yang tepat dari berbagai keadaan sekaligus membuatnya takut karena seringkali itu berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar