Jumat, Agustus 31, 2012

Soulmate

Soulmate atau berarti belahan jiwa seringkali dipersempit artinya ke dalam hubungan asmara. mestinya tidak, karena manusia tidak cuma mencintai kekasihnya. Seorang teman pernah berkata bahwa sebenarnya seberapa banyak orang yang kita cintai maka sebanyak itu pula jiwa kita terbelah. Jika sahabatmu tiada maka sebagian dirimu pun terasa turut hilang. Jika ia ada maka ia akan seperti udara yang menyejukkan permukaan kulitmu hingga ke dalam paru dan aliran darahmu.

Itulah yang hilang dari diriku beberapa waktu terakhir ini. Sebagian jiwa sepertinya berloncatan keluar. Tidak, tidak sakit hanya seperti kehilangan keseimbangan. Aku tahu harus terus berjalan, life must go on, and I have to keep on walking tapi terasa berat, agak blur, dan akhirnya limbung.

Entah jiwa-jiwa yang pergi itu merasakan hal serupa atau aku saja yang terlalu sensitif (red : lemah). Tersenyum dan tersenyum menjadi cara yang ajaib, karena aku tak ingin membuat mereka yang telah pergi dan masih tinggal melihatku bersedih, kehilangan keseimbangan apalagi limbung, karena aku pun tak bisa menjelaskan ini sebagai sebuah kesedihan atau apalah, aku tak punya kata untuk itu. Aku pun tidak tersenyum palsu seperti yang biasa dikatakan orang-orang tersenyum tapi dalam hati menangis. Tidak. Sungguh tidak seperti itu. Semua adalah seyum setulusnya dari jiwa-jiwa yang tersisa dan tetap tinggal.

Ada lagu mengatakan you don't know what you get till it's gone. Tidak pula seperti itu. Aku tidak lagi seperti itu. Aku tahu apa yang kumiliki, hingga mereka berubah dan pergi aku tetap tahu apa yang pernah kumiliki dan masih kumiliki. Aku hanya off balance berusaha untuk tegak kembali. Ini pun bukan untuk mencari perhatian ataupun belas kasihan ini hanya verbalisasi tentang aku sekarang.

Jika kau atau dia tak memiliki perasaan 'kehilangan' itu mungkin semua hanyalah kelemahanku menghadapi semua ambiguitas rasa dan kata-kata, atau inilah hidup semua bisa saja berubah perkawanan bisa memudar dan kekasih bisa tersingkirkan, bukan karena kepalsuan dan penghianatan. Hanya karena semata-mata inilah hidup, segalanya bisa terjadi. Akhirnya aku mesti menyadari bahwa hubungan ini masih terlalu rapuh, betapapun kita berkeras kepala bahwa kita telah berjuang bersama melewati masa pahit dan bahagia, ternyata segalanya tak membuat kita berhenti ingin yang lain, lebih baik dan lebih baik.

Aku tidak meratapi tidak pula mengutuki. Mungkin aku hanya butuh tambahan nutrisi dan semedi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar