
Akhirnya dari perempatan nol kilometer, av jalan kaki ke samping depan Maloboro Mall. Disana ada seorang polisi yang sedang bertugas. Lagi-lagi ia menanyakan surat pengantar. Berharap dikasihani av meminta sedikit waktu saja buat wawancara. Tapi bapak itu menolak dengan alasan bahwa ia sedang bertugas sendirian. Alasan yang tidak bisa disangakal. Apalagi hari itu minggu dan jalanan lumayan padat.
Av pun kembali berjalan kaki mencari polisi berseragam (kalo lagi ga pake seragam mana av tau itu polisi…keciali tu tetangga, atau mungkin teman lama). Akhirnya av samapi pos polisi di stasiun Tugu. Lumayanlah. Nggak sampe jalan kaki 5km. Huh…dapat juga. Sana ketemu D dan S yang juga belum dapetin target wawancaranya.
Akhirnya av mencoba minta ijin wawancara dengan polisi yang jaga di luar. Lagi-lagi ditanya surat pengantar dari poltabes. Tapi mereka mempersilahkan av buat mewawancarai polisi yang ada di dalam pos, sebab yang di luar pos sedang bertugas. Di dalam pos da dua orang polisi yang masih muda.
Pas wawancara da dua orang ketilang gara-gara salah jalan. Mereka ikut masuk ke pos. Kena tilang, trus harus bayar denda 20ribu. Aturannya yang kena tilang mesti bayar denda lewat bank BRI tapi sayang hari Minggu pas tutup. Akhirnya mreka harus ikut sidang hari senin, tapi dua orang itu nggak bisa sidang soalnya ujian semester. Pak polisi menawarkan hari Kamis, tapi mereka masih ujian. Akhirnya pak polisi nawar hp yang dibawa orang itu.
“Hapemu sing kui arep to dol ra?” (HPmu yang itu mo dijual ga?)
bayangin dialeknya kayak di film jagad X Code atawa Mengejar Mas-mas
“Sing niki mboten pak, nek sing niki nggih” (yang ini ga, tapi yang ini iya). Sambil mengeluarkan satu Hp lagi dari saku.
“Lha aku pingine sing kae mau. Nek sing iki piro?” (Lha aku maunya yang itu tadi. Kalo yang ini berapa?)
Yah..., kayaknya tadi lagi berunding tentang denda malah jadi jual beli hp.
Karena hujan turun D ngikut masuk ke dalam pos. Hujan lebat mambawa udara lembab dan dingin. Pak polisi pun improve, guna menunjukkan kebaikan hatinya. Beliau memesan es teh 6 dan sepiring penuh pisang goreng. Sekali-kalinya wawancara polisi dapet es teh dan pisang goreng. Mungkin begitu juga bagi orang-orang yang kena tilang itu. Mungkin baru pertama bagi mereka ketilang tapi dapat tumpangan buat berteduh, sekaligus es teh dan pisang goreng.
Setelah hujan reda kami bubaran. Pak polisi selesai jam tugasnya, Av, D, dan dua orang yang ketilang pamit buat pulang.
Pas pamitan, pak polisi memanfaatkan moment.
“Nomer hapene piro nduk. Wis duwe yank urung?” (nomer hapenya berapa neng? Dah punya pacar lom?)
“Wis rabi pak. Hapene nggone bojoku” (dah nikah pak. Hapenya punya suamiku). Kepaksa boonk dah.
“Ngapusi. Cah cilik wis rabi” (Boonk. Anak kecil masa dah nikah).
“Hehehe…”
“Mengko bengi nonton Ungu yo. Tak pethok.” (Ntar malam nonton Ungu yuk. Aku jemput.)
“Lho aku wis Rabi pak.” (Lho, saya udah nikah pak).
“Medit.” (Pelit).
“Soir yo Pak bali dhisik.” (Soir ya Pak. Pulang dulu).
“Dilit meneh. Mengko tak terke.” (Bentar lagi. Ntar tak anterin).
“Hehehe…bali sek yo Pak. Peace.”
Begitulah kira-kira pembicaraan Av dengan pak polisi itu. Maksih pisang goreng dan es tehnya. Akan kukenang selalu.
Whuahahahaaa... ini aku percaya bener2 terjadi... mending wawancara ama polisi tidur aja...
BalasHapusasdb
dikara aku ngarang apah....ada saksinya tuh si D
BalasHapus