Hukuman itu diberikan kepadanya karena kelicikannya dan keserakahannya. Kejam memang, tapi begitulah suatu perbuatan mesti dipertanggungjawabkan. Itu pula yang terjadi malam Minggu kemarin 22 Oktober 2011. Bukan karena licik tapi salah perhitungan dan itu mesti ditanggung juga kan.
Saat kota Yogyakarta bersiap menyambut Jogja Java Carnival yang gegap gempita Av sedang menunggu motor yang macet. Bensin tidak benar-benar habis sebenarnya, tetapi tangkinya agak menukik ke depan sehingga saat di tanjakan sisa bensin yang tidak terlalu banyak tidak mau masuk ke pipa. Jika jalannya rata motor akan masih berjalan setidaknya 1-2 km, tapi sekalai lagi saya tidak meperhitungkan tanjakannya dan bensin yang tersisa. Maka di sanalah Av di tengah hutan yang membentang 4 km, setelah menyebrangi hujan lebat dari Piyungan hingga kota Wonosari. Lampu penduduk dan lampu SUTET tampak menyala di perbukitan Patuk, sedangkan saya berada di atas bukit yang lain diiringi nyanyian binatang malam, tanpa lighting dan panggung.
SAR keluarga masih belum bisa dihubungi. Sambil terus mencoba harapan mengalir pada mereka yang mungkin lewat, kecil kemungkinan tapi bukan berarti tak ada, tapi kali ini saya wajib memperhitungkan kemungkinan terburuk.
Meninggalkan motor di tepi jalan dan melanjutkan dengan jalan kaki seorang diri untuk memasuki desa terdekat dan mencari bensin bukan pilihan yang bijak kupikir. Truk atau mobil bisa saja lewat sewaktu-waktu, dan itu jelas tidak aman. Motor ini hanya hak pakai.
Mencoba mendorong motor di tanjakan, sambil membayangkan Sisyphus yang memanggul batu ke atas bukit sepertinya pilihan yang seru. Sulit dan berat, tapi bukan berarti tak ada hasil. Otot kaku, kaki lecet-lecet karena kaki terdorong saat menahan beban motor. Proses itu hanya berjalan tak lebih dar 45 menit bagaimana dengan Sisyphus? Saat berbuat curang apakah dia berpikir dia akan memanggul batu itu hanya untuk melihatnya kembali tergelincir?
Jangan-jangan dia hanya iseng-iseng saja, dia bebuat licik supaya para dewa marah sehingga bisa coba-coba mencurangi para dewa? Atau karena mencurangi manusia sudah terlalu mudah sehingga ia bosan. Toh Sisyphus tetap menerima hukumannya. Entahlah. Kalau ia masih hidup mungkin bisa melakukan tes psikologi, itu pun kalau dia tidak mencurangi tesnya. Untunglah Sisyphus cuma ada dalam dongeng, jadi saya tak perlu berikan tes ataupun wawancara.
Setelah 45 menit mendorong motor di tanjakan dan hasilnya tidak seberapa jauh, akhirnya telepon dijawab. Datanglang rombongan SAR menyelamatkanku dari mendorong motor lebih jauh dan lebih berkeringat lagi. Pak Muchsin dan Shogun hitam muncul membawa logistik, 1 liter bensin. Imaji Sisyphus mungkin berpindah dari kepalaku ke Sophie a.k.a Jupiter Biru karena dia mesti menanggung seluruh berat badanku mendaki perbukitan dengan jalan cor dan esoknya mesti kembali menuruni bukit yang sama.
Jika hal semacam bentuk tangki bensin seperti ini ga Av perhitungkan itu artinya masih banyak hal lain lagi yang juga tidak Av perhitungkan, sehingga dinyatakan tidak layak menjadi profesional 'transporter'.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar