Av sendiri jarang pake panggilan Lo maupun Gue kesannya terlalu Jakartanisasi. Meski lahir di kota itu tapi saya nggak dibesarkan dengan budaya itu, meskipun pada akhirnya budaya Lo Gue itu menjadi sangat luas karena kedudukan Jakarta sebagai Ibu Kota negara, tujuan para perantau, juga sebagai pusat industri hiburan televisi. Jadilah Jakartanisasi. Pengen gaul Jakarta kiblatnya, dan Jakarta pakenya Lo dan Gue.
Sebenarnya apa yang kamu terapkan juga kamu pake itu terserah kamu, selama ga nyinggung orang lain dan ga SARA. Nyinggung pun itu hak pribadi juga selama berani tanggung resiko. Biar saya bilang Jakartanisasi itu membuat Indonesia kehilangan diversitas budayanya terutama dalam bahasa tapi itu juga hak kalian buat make Lo Gue, lagian walaupun batik budaya Indoesia saya hampir ga pernah pakai batik. Rasa sayange itu lagu dari Indonesia saya juga ga bisa nyanyi, Reog itu juga dari Indonesia saya juga ga bisa maen, angklung itu punya Indonesia saya cuma pernah megang.
Saya pun nggak yang sama sekali nggak pernah pake LOh GueH pada keadaan emosi saya cenderung teriak dengan sebutan Lo dan Gue, karena kayakna enak buat ngomong kenceng-kencengan. Saya sadari ini pun Jakartanisasi. Yup saya juga terpengaruh, bukan mau nyalahin sinetron tv, gosip artis, novel, cerita bersambung di koran yang rata-rata memang pakai kata ganti Lo dan Gue, juga bukan mau menyalahkan sepupu-sepupu yang ditakdirkan lahir dan gede di Jakarta dan saat pulang kampung maupun sms dan telepon membawa Lo dan Gue-nya itu, tapi intinya saya memang terpengaruh.
Bukan juga bermaksud mengtakan Lo Gue itu ga bagus, namun pada kenyataanya orang Indonesialah yang mesti menjaga budayanya sendiri, bukan orang Malaysia. Kalo media yang punya andil besar dalam pelan-pelan mengubah kesukaan masyakat, semoga saja media juga bisa mengembalikannya pelan-pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar