Teruntuk 3 September 2011 yang seharian disinari cahaya mentari.
Hari itu aku bahagia, menyaksikan separuh alam yang telah disinari matahari dengan deburan ombak yang tenang kala pagi ini. Berada diantara kapal nelayan yang beberapa diantaranya sedang menyiapkan bekal melaut.
Pukul 6.19 saat itu setelah menghabiskan malam dengan diskusi panjang tentang segala hal, lalu menikmati pagi dengan berjalan dari perkemahan ke kapal para nelayan, lalu ke atas batuan sisa-sisa gunung api purba.
Pukul 06.45. deru ombak begitu nyaring menghantam dinding-dinding batu, menyerang tiada henti, menciutkan nyali dari jiwa yang kecil hati. Seorang pencari rumput laut telah mengingatkan untuk berhati-hati, kukira tidak hanya karena bebatuan yang licin oleh lumut tapi juga karena ombaknya yang melemahkan keangkuhan.Aku hanya butuh adaptasi, aku tahu aku akan baik-baik saja.
Lelah, tapi diskusi panjang semalam cukup mencerahkan beberapa pertanyaan yang beberapa waktu mencekat batin. Belum ada jawabnya memang tapi aku tahu aku menuju arah yang benar. Pertanyaan-pertanyaan lama yang nyaris terlupa malah tak sengaja berjumpa dengan jawabnya.
Agama, politik, cinta, dan pesta, semuanya berebut tempat di kepalaku untuk meminta jatah. Jiwa muda meminta eksistensinya sebagai pemuda, ia ingin memberontak, melepaskan diri dari penatnya ketidaktauan dan kelemahan.
Kapal nelayan, dalam pandanganku, timbul tenggelam oleh sebab diayun gelombang namun aku mencoba tetap tabah dan berpikir bahwa mereka akan baik-baik saja, begitu pun aku. Terlebih lagi ini adalah hidup mereka, mereka akan selalu tahu jalan pulang.
Di hadapan lautan luas ini, aku menghadapi diriku. Inilah aku yang gentar menghadapi dentuman ombak tapi mencoba untuk tak menyerah dan pergi. Inilah aku yang mencoba mengeja setiap aksara yang tercecer di jagat kehidupan. Aku masih tak mengerti, dan aku sadar akan kedunguanku, meskipun masih berat untuk mengakui.
Matahari semakin tinggi, dan aku mulai terbiasa dengan deru air ini. Entah telingaku berhasil berkompromi ataukah ombak itu melembut untukku, yang jelas aku mulai menikmati tarian air tiada henti itu.
Pukul 7.30 akhirnya kembali ke pantai, dengan pikiran yang campur aduk dan tak semua dapat diungkapkan dengan tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar